Jakarta, BPKPNEWS.COM | Anjloknya saham milik Grup MNC pada perdagangan saham di bursa Efek Indonesia, membuat publik merasa kaget.
Saham emiten Grup MNC kompak anjlok pada perdagangan Kamis (31/8/2023), dipimpin oleh saham PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BABP ambles 9,68% ke Rp 84/saham. Nilai transaksi saham Rp 16,87 miliar dan volume perdagangan 192,59 juta saham.
Sebelum turun tajam, saham BABP sempat melesat, yakni 7,69% pada Senin (28/8) dan 10,71% pada Selasa (29/8).
Baca Juga: Selebgram Adelia Putri Salma ditetapkan Menjadi Tersangka Kasus Narkoba oleh Polda Lampung
Kenaikan saham Bank MNC sebelumnya terjadi seiring dengan kabar merger dengan PT Bank Nationalnobu Tbk atau NOBU milik James Riady.
Sebagaimana diketahui, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae sempat mengatakan bahwa kedua bank akan melaksanakan merger pada Agustus 2023.
Terkait hal tersebut Bank MNC memberikan keterangan kepada Bursa Efek Indonesia. Bank menyatakan tidak akan melakukan aksi korporasi yang memengaruhi pencatatan saham perusahaan di busa, setidaknya dalam tiga bulan ke depan.
"Saat ini, Perseroan belum memiliki rencana untuk melakukan tindakan korporasi yang berakibat pada pencatatan saham Perseroan di Bursa," ujar Corporate Secretary MNC Bank Heru Sulistiadhi dalam keterbukaan informasi, Kamis (31/8/2023).
Baca Juga: Apakah betul Kemendikbud Ristek berencana menghapus Skripsi , ini penjelasannya
Heru, dalam keterangan tertulis itu juga menuliskan bahwa perusahaan tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat memengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.04/2015.
Hal itu dijelaskan pada permintaan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait volatilitas transaksi efek.
Tarik-ulur proses merger keduanya telah lama berjalan. Ada rumor yang mengatakan bahwa merger keduanya berpotensi batal karena kedua pemilik disebut menemui jalan buntu saat berdiskusi siapa pengendali bank pasca-merger.
Namun, dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 'ngotot' bahwa proses merger keduanya tetap dilanjutkan dan mengatakan bahwa tidak ada pernyataan dari otoritas batalnya merger dua bank konglomerat tersebut.