
Jakarta, BPKP NEWS.Com--RUU Ketahanan Keluarga kini masuk dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Salah satu pasal dalam draf RUU Ketahanan Keluarga menyebutkan soal cuti melahirkan hingga 6 bulan bagi perempuan dan 3 hari bagi laki-laki.
Dalam draf RUU Ketahanan Keluarga yang diterima, seperti dilihat detikcom, Jumat (13/11/2020), cuti melahirkan bagi perempuan pekerja serta cuti istri melahirkan bagi laki-laki pekerja tercantum pada Pasal 27 Ayat 3 huruf c. Ayat 3 menjelaskan soal indikator pekerjaan ramah keluarga.
Berikut bunyi Pasal 27 ayat 3 huruf c RUU Ketahanan Keluarga:
c. pemberian cuti di masa kehamilan dan cuti kelahiran bagi perempuan pekerja paling sedikit 6 (enam) bulan, cuti istri melahirkan bagi laki-laki pekerja paling sedikit 3 (tiga) hari, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya
Dalam ayat yang sama disebutkan pula indikator pekerjaan ramah keluarga meliputi pengadaan fasilitas khusus menyusui di tempat kerja dan sarana umum, serta kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja. Pada huruf g juga dijelaskan soal cuti pengasuhan bagi perempuan pekerja.
Berikut bunyi Pasal 27 ayat 3 huruf g RUU Ketahanan Keluarga:
g. pemberian kesempatan cuti di luar tanggungan selama 2 (dua) tahun bagi perempuan pekerja yang membutuhkan waktu pengasuhan khusus
Pasal 27 ayat 1 juga mengatur tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan kebijakan pekerjaan ramah keluarga. Pada ayat 2 pasal tersebut diatur pula kebijakan pengembangan pekerjaan ramah keluarga di instansi nonpemerintah.
Berikut bunyi Pasal 27 ayat 1 dan 2:
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab mewujudkan kebijakan pengembangan pekerjaan ramah Keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a yang dapat dilaksanakan di lembaga atau instansi pemerintah dan non pemerintah.
(2) Kebijakan pengembangan pekerjaan ramah Keluarga di instansi non pemerintah dilaksanakan melalui kerja sama dengan pemangku kepentingan di bidang ketenagakerjaan.
Seperti diketahui, RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi karena dianggap terlalu mencampuri ranah privat. Anggota Baleg DPR Fraksi Golkar Nurul Arifin menyebut RUU Ketahanan Keluarga berpotensi memecah belah bangsa, alih-alih menjadi pemersatu. Nurul bahkan menyebut RUU ini rese karena mengurusi rumah tangga.
"Di dalam RUU Ketahanan Keluarga ini, kita juga menjadi suatu bangsa yang kayaknya rese begitu ya. Resenya itu begini, seperti di bab 9 ada peran serta masyarakat, ini semangatnya menjadi kayaknya kok kita mengurusi rumah tangga orang lain, rumah tangga itu mempunyai entitasnya sendiri," kata Nurul, Kamis (12/11).
Salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga, Sodik Mudjahid dari Fraksi Gerindra, berjanji akan menghapus pasal-pasal yang dinilai terlalu mengatur ranah privat jika para anggota Baleg sudah membaca RUU Ketahanan Keluarga. Dengan membaca RUU Ketahanan Keluarga, kata Sodik, pengusul akan melakukan evaluasi terhadap RUU usulannya.
"Mari kita baca dengan saksama, kita bedah lagi, dan saya kira kita semua akan setuju akan menghapus UU itu, akan menghapus pasal-pasal itu jika jelas-jelas ada yang mengancam persatuan bangsa Indonesia dan juga misalnya terlalu mengatur masalah privasi. Masalah agama misalnya. Apakah ada dalam pasal-pasal tersebut yang mengatur suaminya agama ini, istrinya agama ini dan sebagainya. Tentu kita harus membaca dengan saksama dan kita akan evaluasi, atur lagi hal-hal tersebut," ujar Sodik
(Detik/red)