"Dengan gaya otoriter yang khas, Iran dan China sama-sama menyembunyikan tingkat krisis dari dunia dan masyarakat mereka sendiri," tulis Rachel Kleinfeld, penulis laporan tersebut.
"Namun di Singapura yang otoriter, komunikasi dan transparansi perdana menteri yang sangat baik dengan cepat menghentikan orang menimbun barang dengan memberi tahu mereka apa yang diharapkan (pemerintah)," tambahnya.
Kleinfeld juga menjelaskan bagaimana negara demokrasi seperti Amerika pada awalnya mempolitisasi pandemi, tidak transparan dengan jumlah kematian karena bisa mempengaruhi pemilih saat pemilihan presiden.
Baca Juga: Probowo jadi Radar PKS dalam Pilpres 2024
Sementara itu di India, persepsi masyarakat dipengaruhi propaganda pemerintah, menurut dokter dan peneliti kesehatan masyarakat, Bijayalaxmi Biswal.
"Ketika pandemi menghantam, pemerintah membuat masyarakat percaya pandemi sama buruknya di Italia atau Inggris dan tidak ada kaitannya dengan salah penanganan pemerintah," jelasnya.
"Tetapi setelah bekerja di fasilitas perawatan kesehatan pemerintah di negara ini, saya dapat meyakinkan Anda bahwa pandemi itu bukan pertama kalinya rata-rata pasien India kehilangan nyawa atau orang yang mereka cintai karena perawatan kesehatan yang tidak dapat diakses atau tidak terjangkau. Mereka tidak pernah benar-benar mendapatkan jaminan kesehatan yang baik," paparnya.