Bandung, BPKPNEWS.COM -- Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin disebut mengumpulkan uang dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta para kontraktor untuk diberikan kepada anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat.
Dalam surat dakwaan, Ade menyerahkan uang total Rp1,9 miliar agar mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Uang suap senilai Rp1,9 miliar lebih itu diberikan Ade Yasin kepada tim BPK Jabar melalui orang kepercayaannya Ihsan Ayatullah secara bertahap dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022.
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan awalnya tim BPK Jabar mengumumkan rencana pemeriksaan LKPD Kabupaten Bogor. Pemeriksaan pun kemudian berjalan.
"Di tengah pemeriksaan, tim BPK Jabar mengungkap adanya potensi pelanggaran pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemkab Bogor," kata Budiman dikutip dari surat dakwaan, Rabu (13/7).
Baca Juga: Akibat Kerusuhan Makin Meluas, Status Darurat Nasional Dibatalkan Pelaksana tugas (Plt) Presiden Sri Lanka
Sejumlah potensi pelanggaran tersebut antara lain kekurangan volume pekerjaan atas belanja modal pengadaan 24 kontrak yang hanya 14 kontrak, temuan 11 kontrak pekerjaan jasa konsultasi yang hanya 9 kontrak, serta kelemahan pengelolaan penganggaran dan belanja.
Atas potensi disclaimer itu, Ade Yasin kemudian meminta Ihsan Ayatullah untuk mengatasi potensi disclaimer tersebut, agar LKPD mendapatkan predikat WTP.
"Karena opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan dana insentif daerah (DID) yang berasal dari APBN," ujar Budiman.
Namun dalam praktiknya, Ihsan Ayatullah mulai menyerahkan uang suap yang bersumber dari SKPD dan kontraktor rekanan Pemkab Bogor kepada tim BPK Jabar yang diwakili Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.
Baca Juga: Walikota Depok Usulkan Bodebek Masuk Ke Wilayah Jakarta
Dalam proses pemberian uang, terungkap penggunaan kode fotokopian sebagai istilah penyerahan uang. Fotokopian pertama berasal dari RSUD Ciawi sebesar Rp200 juta diserahkan Ihsan Ayatullah kepada tim BPK Jabar. Disusul fotokopian lainnya dengan jumlah yang bervariasi.
Setelah menerima fotokopian senilai lebih dari Rp1 miliar, Hendra Nur kemudian membagikan uang suap tersebut. Ia sendiri mengantongi Rp970 juta dan Rp135 juta lainnya diberikan kepada tim BPK Jabar lainnya, Anton Merdiansyah.
"Kemudian, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa meminta lagi uang kepada Ihsan Ayatullah sebesar Rp500 juta yang diberikan dengan cara transfer," ucap Budiman.
Untuk memenuhi permintaan Hendra Nur, Ihsan Ayatullah kembali mengumpulkan uang dari sejumlah SKPD di lingkungan Pemkab Bogor.
Baca Juga: Tujuh Jemaah Haji Asal Indonesia Wafat di Tanah Suci, Berikut Daftar Namanya..
Pemeriksaan LKPD Kabupaten tahun anggaran 2021 pun dianggap selesai yang ditandai exit meeting. Namun dalam exit meeting itu, tim BPK Jabar mengumumkan adanya 26 temuan disclaimer pada 16 SKPD. Pemberian uang pun kembali terjadi.
Hendra Nur kembali meminta uang kepada Rizki Taufik Hidayat dari Dinas PUPR Kabupaten Bogor sebesar Rp500 juta. Permintaan itu akhirnya dipenuhi Rizki Taufik Hidayat dengan mengumpulkan uang sebesar Rp300 juta dari rekanan kontraktor dan Rp140 juta internal Dinas PUPR.
Saat Rizki Taufik akan menyerahkan uang yang seluruhnya berjumlah Rp440 juta itu, Hendra Nur meminta agar uang tersebut disimpan dulu oleh Rizki Taufik.
"Pada malam harinya, Ihsan Ayatullah, Maulana Adam, dan Rizki Taufik Hidayat serta Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa diamankan oleh petugas KPK," ungkap Budiman.
Baca Juga: Insiden Baku Tembak Sekitar Rumah Sambo, Inilah Yang Diungkapakan Ketua RT setempat..
Dalam perkara ini, Ade Yasin dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain itu, Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
(red/CNN)