Jakarta, BPKPNEWS.COM -- Mencuatnya Isue memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dihembuskan oleh segelintir pihak terus mengalami eskalasi.
Padahal amanat undang-undang, masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode. Jangan sampai sejarah orde baru seperti era Soeharto kembali terjadi.
Sidang Umum ke IV ini dilanjutkan dengan Sidang Istimewa MPRS pada tahun 1967. Sidang ini menghasilkan 7 Ketetapan MPRS, antara lain Ketetapan no XXXIV yang mencabut kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga pemilihan Presiden melalui MPR hasil Pemilu, serta Pencabutan Manifesto Politik (Manipol) Sebagai Garis Besar Haluan Negara.
Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968. Selain sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan.
Berjalan seiringan dengan pro dan kontra, Soeharto menjabat sebagai presiden RI selama 32 tahun lamanya. Kamis, 21 Mei 1998 tepat pukul 09.00 WIB menjadi sejarah untuk Bangsa Indonesia. Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari kursi presiden setelah berkuasa selama 32 tahun. Soeharto mundur digantikan oleh BJ.Habibie.
Tragedi 98
Krisis moneter yang melanda seluruh Dunia berimbas kepada Indonesia. Krisis itu menjadi titik awal gerakan reformasi di Indonesia. Tercatat pada akhir Januari 1998, nilai rupiah terpuruk di angka Rp 11.050. Krisis bahan pokok juga terjadi. Pengangguran pun makin meningkat, dari 4,68 juta pada 1997 menjadi 5,46 juta pada 1998. Krisis itu juga yang menyebabkan rakyat menuntut perubahan kepemimpinan.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Saat itu harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30 WIB. Namun aksi mereka diadang oleh blokade dari Polri dan militer.
Demo besar menelan korban. Empat mahasiswa Trisakti tewas akibat tertembak.
Sementara itu kerusuhan, pembakaran dan penjarahan, di ibukota dan di sejumlah daerah terjadi pada 13-14 Mei 1998. Contohnya terjadi di Yogya Plaza yang sekarang dikenal Mall Citra Klender dibakar. 400 Orang dikabarkan tewas pada Mei 1998.
Mal Yogya di Klender terbakar hebat pada 15 Mei setelah dua hari berturut-turut menjadi target penjarahan warga. Tidak ada yang tahu bagaimana api bisa menyebar ketika masih ada ratusan orang mengambil barang di lantai dua dan tiga.
Orba Rutuh dan Masa Jabatan Presiden Diatur