Jakarta, BPKPNEWS.COM -- KA Argo Parahyangan diisukan bakal ditutup saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mulai beroperasi Juni 2023. Kendati, PT KAI (Persero) menyatakan kereta tersebut hingga kini masih terus beroperasi.
VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan pihak KAI masih dalam tahap koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan soal wacana keputusan berani tersebut.
"KAI juga masih fokus mempersiapkan hadirnya layanan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) beserta KA Feeder dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung bagi pelanggan kereta cepat yang ingin melanjutkan perjalanannya ke berbagai wilayah lainnya," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (1/12).
Isu penutupan KA Argo Parahyangan setelah hadirnya KCJB sudah berembus sejak awal November lalu. Kendati, Joni saat itu masih mengatakan KA Argo Parahyangan tetap akan beroperasi seperti biasa.
Baca Juga: Kabar Duka, Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan Meninggal Dunia
Di lain sisi, KCJB ditargetkan beroperasi mulai pertengahan 2023 mendatang. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan progres fisik KCJB sudah mencapai 81,66 persen per November 2022.
KCJB mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$1,4 miliar. Cost overrun tersebut dipenuhi melalui skema 25 persen ekuitas dan 75 persen pinjaman.
Menanggapi isu ini, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai KA Argo Parahyangan harus tetap eksis meski ada KCJB.
"Itu (penutupan KA Argo Parahyangan) terlalu gegabah, jangan cepat-cepat memutuskan. Karena KA Argo Parahyangan itu masih banyak penggemarnya juga, biarkan saja," katanya kepada awak media, Kamis (1/12).
Djoko memang tak menutup mata soal beberapa penumpang KA Argo Parahyangan yang berpotensi beralih ke kereta cepat, entah berdasarkan kemampuan keuangan hingga faktor lokasi pekerjaan. Namun, ia menilai ada pangsa pasar yang berbeda antara keduanya.
Baca Juga: Kabar Duka, Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan Meninggal Dunia
KCJB menargetkan penumpang kendaraan pribadi yang rutin menggunakan jalan tol. Sedangkan KA Argo Parahyangan harus tetap eksis karena ada orang-orang yang memang daya belinya tidak bisa menggapai harga tiket kereta cepat.
Tiket kereta cepat dibanderol Rp125 ribu-Rp250 ribu untuk tiga tahun pertama beroperasi. Setelah itu, harga tiket KCJB akan naik ke Rp150 ribu hingga Rp350 ribu. Sedangkan harga tiket KA Argo Parahyangan dibanderol di kisaran Rp100 ribu-Rp150 ribu.
"KA Argo Parahyangan itu pendapatannya masuk ke PT Kereta Api Indonesia, kalau kereta cepat ini ke konsorsium BUMN. Penghasilan PT KAI dibagi nanti, berapa persen ke PT Jasa Marga, ke PT Wijaya Karya, dan PT PTPN VIII. Saya kira gak usah ditutup, terlalu cepat memutuskan itu," tegas Djoko.
Baca Juga: Jelang Nataru, Polres Sukabumi Inisiasi Perbaiki Jalan Yang Rusak Dengan Instansi Terkait
Jika memang KA Argo Parahyangan dipaksa tutup, kereta cepat perlu segera menyiapkan aksesibilitas yang baik. Hal ini mengingat tiga stasiun pemberhentian yang berada di luar pusat Kota Bandung, yakni Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar.
Djoko menegaskan Pemkab Karawang, Pemkab Bandung, dan Pemkot Bandung harus menyiapkan fasilitas angkutan umum dari kawasan perumahan dan pemukiman menuju stasiun. Aksesibilitas dan kelanjutan perjalanan hingga mendekati perumahan dan pemukiman akan menjadi kunci keberhasilan penumpang kereta cepat.
Menjangkau Stasiun Halim juga bukan hal mudah, terlebih penumpang sebelumnya terbiasa merasakan kemudahan akses ke Stasiun Gambir. Namun, Djoko mengatakan akses di Jakarta masih terbantu dengan kehadiran LRT Jabodebek hingga Trans Jakarta di Stasiun Halim.
"Coba tanya itu Trans Metro Pasundan itu lewat mana saja. Gak jelas itu. Itu harus ada di Stasiun Tegalluar, mana angkutan umumnya, harusnya ada pelayanan angkutan umum. Kemudian di Stasiun Padalarang juga begitu," tegas Djoko soal fasilitas penunjang di stasiun pemberhentian kereta cepat.
Baca Juga: DPRD Kota Bandung Setujui Raperda Kota Bandung Tentang Bangunan dan Gedung
Djoko menekankan kereta cepat tidak akan menarik jika tak dibarengi dengan angkutan lanjutan yang memudahkan penumpang.
Di lain sisi, Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menganggap penutupan KA Argo Parahyangan belum tentu membuat penumpang beralih menggunakan kereta cepat.
Yayat memahami betul bahwa motif bisnis berperan di balik isu penutupan KA Argo Parahyangan. Tujuan utamanya adalah menghindari kontestasi. Alih-alih untung, KCJB malah bakal kena tikung moda transportasi lain.
"Pilihan menutup itu kan memang pilihan bisnis. Apakah dengan ditutupnya KA Argo Parahyangan nanti semua orang akan pindah ke kereta cepat? Belum tentu. Orang yang biasa menggunakan KA Argo Parahyangan pasti akan menggunakan moda lain. Potensi terbesar adalah menggunakan travel," jelas Yayat.
Baca Juga: Polres Sukabumi Gelar Press Rilis Oprasi Antik Lodaya 2022
Menurutnya, masyarakat Indonesia jelas bakal memilih tarif yang lebih murah. Soal kecepatan bahkan bukan dipandang sebagai prioritas utama, kecuali bagi kelompok tertentu. Hal ini yang membuat KA Argo Parahyangan bakal tetap dominan meski nanti muncul KCJB.
Jika pada akhirnya KA Argo Parahyangan jadi 'tumbal' kereta cepat, Yayat menilai usaha travel yang malah bakal bergairah kembali. Dengan waktu tempuh Jakarta-Bandung di kisaran dua jam dan harga yang bersaing, bisnis travel malah dipandang bisa menggaet para penumpang KA Argo Parahyangan.
"KCJB mungkin 30-45 menit sampai Stasiun Padalarang, tapi dari Padalarang ke pusat kota berapa menit? Nanti sampai ke pusat kota, naik apa lagi penumpang? Itu kan akan bertambah biaya dan waktunya. Harga tarif KA Argo Parahyangan itu beda tipis, gak jauh beda dengan naik travel," ujarnya.
Yayat menyoroti soal perbedaan harga tiket KA Argo Parahyangan dan kereta cepat. Menurutnya, kelompok tertentu akan sulit menjangkau harga tiket kereta cepat, kecuali pelaku bisnis yang melakukan perjalanan dinas dengan biaya negara atau perusahaan.
Baca Juga: Yudo Margono : Sinergitas TNI-Polri Tidak Perlu Diragukan jika Dirinya Dipercaya Menjadi Panglima TNI.
Ia juga menegaskan keunggulan KA Argo Parahyangan yang langsung menuju ke jantung kota. Berangkat dari Stasiun Gambir di Jakarta bisa langsung ke jantung Kota Bandung. Sedangkan dari stasiun pemberhentian KCJB masih perlu dukungan kereta feeder atau angkutan lain untuk ke pusat kota.
"Jadi kebijakan untuk menutup KA Argo Parahyangan secepatnya itu harus memperhatikan dinamika sosial ekonomi yang ada di masyarakat. Sehingga ketika ditutup, belum tentu mereka yang dari KA Argo Parahyangan itu sanggup pindah dan membeli tiket kereta cepat," tegas Yayat.
Ia menyarankan pemerintah perlu pertimbangan dengan melakukan kajian matang jika memang ingin menutup KA Argo Parahyangan. Di lain sisi, integrasi moda transportasi di stasiun pemberhentian kereta cepat harus segera direalisasikan.
Baca Juga: Menunjang Program Pemerintah, Forum Bandung Sehat (FBS) Sinergikan 15 Forum Kecamatan Sehat di Kota Bandung
Selain itu, Yayat meminta pemerintah membuat rekayasa bagaimana pola perjalanan menggunakan kereta cepat yang masih harus berpindah-pindah moda transportasi untuk menjangkau pusat kota. Perlu dipikirkan apakah itu malah membuat orang merasa tidak nyaman karena harus turun naik dan menunggu.
Yayat juga mempertanyakan bagaimana nasib rel kereta yang selama ini dilalui KA Argo Parahyangan jika nantinya dihentikan operasinya. Menurutnya, jangan sampai investasi yang digelontorkan untuk rel kereta tersebut malah menjadi sia-sia.
"Apakah relnya akan didiamkan? Apakah ada bentuk perjalanan lain yang dikembangkan? Atau akan dibuat angkutan logistik? KA Argo Parahyangan akan diganti oleh angkutan logistik, jadi relnya bermanfaat. Jangan biarkan itu nanti mati dan mubazir," pungkasnya.
(CNN Indonesia)